YERUSALEM, KTV – Sebanyak lebih dari 7.500 warga Israel menandatangani sebuah petisi yang mendesak pengakuan terhadap negara Palestina serta penghentian konflik di Jalur Gaza. Hal itu diumumkan oleh kelompok advokasi Israel, Zazim, pada Rabu (17/9).
Gerakan akar rumput Yahudi-Arab tersebut menyebutkan bahwa inisiatif ini bertujuan mengirimkan “pesan tegas dan bersatu” dari masyarakat Israel kepada dunia internasional, terutama menjelang Sidang Umum PBB di New York pada 22 September 2025. Penyelenggara optimistis jumlah penandatangan bisa menembus angka 10.000 sebelum sidang berlangsung.
Isi petisi menegaskan bahwa pengakuan terhadap Palestina tidak dimaksudkan sebagai sanksi terhadap Israel, tetapi justru sebagai langkah menuju masa depan yang lebih adil, dengan jaminan keamanan bagi kedua belah pihak.
Namun, Zazim juga memperingatkan adanya risiko jika Israel tetap mengikuti agenda kelompok sayap kanan, seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang terus mendorong kebijakan pencaplokan wilayah, praktik apartheid, serta keberlanjutan perang. Beberapa tokoh dalam pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan berulang kali menyerukan aneksasi Tepi Barat, yang dinilai para pengkritik dapat mengubur selamanya solusi dua negara.
Sejak perang di Gaza meletus pada Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat sedikitnya 1.022 orang meninggal dunia dan lebih dari 7.000 lainnya terluka di Tepi Barat akibat serangan pasukan Israel maupun pemukim ilegal. Pejabat Palestina menilai serangkaian aksi kekerasan ini merupakan upaya sistematis untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka.
Pada Juli lalu, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan keputusan bersejarah yang menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina ilegal, sekaligus menuntut penghentian seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
