JAKARTA, KTV – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan tekad kuat menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam rantai pasok kendaraan listrik (EV) global. Upaya percepatan hilirisasi nikel dan peningkatan investasi EV terus didorong, termasuk revisi regulasi seperti pelonggaran TKDN.
Langkah ini ditunjukkan lewat penggunaan kendaraan listrik buatan dalam negeri seperti Maung Pindad oleh Presiden, hingga hadiah mobil listrik dari Presiden Turki, Erdogan. Namun, sejumlah tantangan mengiringi ambisi ini.
Harga nikel global terus menurun akibat kelebihan pasokan dan beralihnya teknologi baterai ke jenis LFP yang tidak membutuhkan nikel. Sejak larangan ekspor bijih nikel, produksi Indonesia melonjak, namun berdampak pada penurunan harga ke level terendah dalam tiga tahun terakhir.
Di sisi lain, dominasi perusahaan China dalam industri nikel Indonesia memunculkan kekhawatiran soal dampak lingkungan dan rendahnya transparansi. Mayoritas smelter masih bergantung pada PLTU batu bara, yang bertentangan dengan semangat energi bersih.
Padahal, pasar besar seperti Uni Eropa telah menetapkan standar ketat terkait ESG dan transparansi rantai pasok melalui kebijakan CBAM dan EU Battery Regulation. Tanpa penyesuaian, nikel Indonesia berisiko kehilangan akses ke pasar global bernilai tinggi.
Untuk menjaga daya saing, Indonesia perlu segera menyelaraskan standar ESG nasional dengan regulasi internasional. Usulan APNI terkait standar ESG lokal perlu dikaji matang, agar tidak mengalami nasib seperti ISPO di sektor sawit yang gagal bersaing dengan RSPO.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong riset dan inovasi agar industri hilir tak hanya jadi pemasok bahan mentah. Investasi di pembangkit energi hijau untuk smelter harus ditingkatkan agar produksi nikel betul-betul mendukung transisi energi.
Penguatan pasar domestik juga menjadi kunci. Infrastruktur pengisian daya EV harus diperluas dan lebih merata, karena hingga kini sebagian besar SPKLU hanya tersedia di kota besar. Insentif pembelian EV pun perlu ditingkatkan untuk mempercepat adopsi masyarakat.
Tanpa konsistensi dalam penerapan standar ESG global, inovasi teknologi, dan pembangunan pasar dalam negeri, ambisi Indonesia menjadi pemain utama di industri kendaraan listrik hanya akan tinggal wacana. Kini saatnya berbenah agar tak hanya jadi pemasok murah, tetapi pemain strategis dalam rantai pasok global.