JAKARTA, KTV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menelusuri dugaan penyelewengan dalam penggunaan kuota haji 2024. Kasus ini kembali mencuat setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melalui Koordinatornya, Boyamin Saiman, menyerahkan bukti tambahan ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, belum lama ini.
Menurut Boyamin, dokumen tambahan tersebut berupa sejumlah foto yang memperlihatkan istri pejabat berangkat melalui jalur haji furoda namun diduga turut menikmati fasilitas negara seperti akomodasi hotel dan konsumsi. “Mereka seharusnya tidak berhak atas fasilitas itu karena bukan bagian dari kuota resmi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Boyamin juga mengungkap temuan adanya asisten rumah tangga (ART) dan tukang pijat yang diberangkatkan sebagai bagian dari rombongan haji dengan status petugas. Padahal, menurutnya, posisi petugas haji semestinya diisi oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kualifikasi untuk melayani jemaah. “Faktanya, mereka hanya mendampingi majikan, bukan melayani jamaah,” tegasnya.
Kasus ini bermula dari adanya tambahan 20 ribu kuota haji pada 2024. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, distribusi kuota tambahan mestinya 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah khusus. Namun, aturan tersebut berubah melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 130 Tahun 2024 yang menetapkan pembagian kuota tambahan secara seimbang 50:50.
Hingga kini, KPK masih dalam tahap penyelidikan dan belum menetapkan tersangka terkait dugaan penyalahgunaan kuota haji tersebut.