JAKARTA, KTV – Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan 36 bandara di Indonesia sebagai bandara internasional. Salah satunya adalah Bandara Juwata Tarakan di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Gubernur Kaltara Dr. H. Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum menyampaikan rasa syukur atas penetapan ini. Ia menilai status internasional Bandara Juwata merupakan hasil kerja sama berbagai pihak dan menjadi langkah penting untuk memperkuat peran Indonesia di jaringan penerbangan dunia.
“Penetapan ini tetap mengutamakan standar keselamatan, keamanan, dan kenyamanan sesuai aturan International Civil Aviation Organization (ICAO),” jelas Gubernur.
Menurutnya, status internasional bandara tidak hanya meningkatkan konektivitas udara, tetapi juga mempermudah arus perdagangan, mendorong pariwisata, serta memastikan layanan penerbangan internasional yang merata di seluruh wilayah.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa menegaskan, predikat bandara internasional membawa tanggung jawab besar. Fasilitas seperti imigrasi, bea cukai, dan karantina harus tersedia sebelum melayani penerbangan langsung dari dan ke luar negeri.
Ia menambahkan, keputusan ini diharapkan memperkuat konektivitas udara internasional Indonesia tidak hanya di kota besar, tetapi juga di wilayah strategis lainnya. Peningkatan akses ini diyakini akan membuka peluang ekonomi baru, memperkuat perdagangan, serta menggenjot sektor pariwisata.
Penetapan status ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 Tahun 2025, serta KM 38 Tahun 2025 untuk tiga bandara khusus dan satu bandara di bawah pengelolaan pemerintah daerah. Dalam daftar tersebut, Bandara Juwata Tarakan menempati urutan ke-28, sementara posisi pertama ditempati Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh.
Selain Juwata Tarakan, sejumlah bandara besar lainnya yang masuk daftar antara lain Bandara Kualanamu (Sumut), Minangkabau (Sumbar), Soekarno Hatta (Banten), Juanda (Jatim), I Gusti Ngurah Rai (Bali), Zainuddin Abdul Madjid (NTB), Sultan Hasanuddin (Sulsel), Sentani (Papua), hingga Domine Eduard Osok (Papua Barat Daya).